Sebagian Manfaat Membaca Fatwa Para ‘Ulama
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Di zaman sekarang ini begitu banyak kemudahan yang Allah Subhana wa Ta’ala anugrahkan kepada kita. Sebagian anugrah tersebut mungkin tidak ditemukan di zaman para imam yang empat. Diantara anugrah tersebut adalah tersebarnya kitab yang ditulis para ulama terdahulu, termasuk imam yang empat dan ulama sekarang. Bahkan terkadang kita temukan sebuah judul kitab dicetak oleh banyak penerbit dan pentahqiq. Bahkan kitab tersebut –sebagian ada yang puluhan jilid tebal- telah dijadikan dalam sebuah media yang ringkas dan praktis dibawa kemana-mana semisal dalam bentuk pdf ataupun berupa software semisal maktabah syamilah. Diantara kitab yang dengan mudah kita dapatkan sekarang ini adalah kitab kaidah-kaidah fiqh dan fatwa para ulama.
Nah diantara cara yang menarik untuk kita terapkan ketika membaca kitab yang berisi fatwa para ulama adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan hafidzahullah. Beliau mengatakan ketika mewasiatkan tentang kitab-kitab yang hendaknya kita baca dalam tahap awal menuntut ilmu,
“Kesepuluh[1] Kitab Fatwa-fatwa, yaitu Fatwa Masyaikh, semisal : Syaikh Ibnu Baaz Rohimahullah, Syaikh Ibnu ‘Utsaimiin Rohimahullah, Syaikh Ibnu Zibriin Rohimahullah, Syaikh Ibnu Al Fauzaan Hafidzahullah.
Aku (Syaikh As Sadhan) tidaklah mengatakan contoh diatas dalam konteks pengkhususan. Namun aku menyebutkan fatwa mereka keempat ulama tersebut dan tidak ulama lainnya adalah karena fatwa-fatwa mereka merupakan diantara fatwa yang paling bagus untuk dibaca bagi orang yang baru mulai menuntut ilmu agama.
Jika anda ingin fatwa-fatwa ini tertanam kuat di benak anda maka caranya adalah :
[1]. Bacalah pertanyaannya,
[2]. Lalu tunggu sejenak,
[3]. Jangan langsung membaca jawabannya,
[4]. Hingga anda hadirkan (jawaban yang berasal) dari ilmu yang telah Allah anugrahkan kepada anda,
[5]. Kemudian bersungguh-sungguhnlah untuk mendatangkan jawabannya berdasarkan ilmu yang anda punya,
[6]. Seandainya anda salah maka anda tidaklah berdosa karena anda tidak dalam keadaan memberikan fatwa kepada orang lain.
Maka dengan cara ini anda akan merasakan sebuah perasaan penarasan yang sangat untuk mengetahui jawaban/fatwa dari ulama tersebut. Maka aku telah wasiatkan cara ini kepada orang-orang yang aku cintai ketika mereka hendak menuntut dan mendapatkan ilmu ketika membaca fatwa-fatwa para ulama”[2].
Kemudian beliau memberikan cara lain. Beliau hafidzahullah mengatakan,
“Kemudian mereka (para penuntut ilmu) mengambil sebuah kitab fatwa-fatwa Syaikh Ibnu Baaz Rohimahullah yang diterbitkan yayasan dakwah beliau.
[1] Kemudian salah seorang dari mereka membacakan pertanyaan yang diberikan kepada Syaikh Ibnu Baaz Rohimahullah,
[2]. Lalu setiap mereka menjawab sesuai dengan batas keilmuannya. Mereka semua tidak akan berdosa –insya Allah- karena ini bukanlah dalam kondisi sedang berfatwa, namun kondisi melempar permasalahan dalam rangka mengeluarkan ilmu yang sudah ada pada mereka,
[3]. Apabila setiap orang telah menjawab maka pembaca pertanyaan akan membacakan jawaban Syaikh. Ketika itu hati dan pikiran anda telah siap untuk menerima jawaban Syaikh. Sehingga ketika masing-masing dari mereka mendengar jawaban Syaikh akan bertambah kuatlah tertanam jawaban Syaikh tersebut di pikiran mereka”[3].
Beliau kemudian mengakhirinya dengan mengatakan,
“Maka besemangatlah anda dalam membaca fatwa-fatwa para ulama terutama fatwa-fatwa yang diiringi dalil hingga terangkatlah kebodohan dari diri anda”[4].
Sebagai tambahan, Guru kami Ustadz Aris Munandar hafidzahullah pernah mengatakan dalam salah satu kajian beliau.
Faidah lain ketika membaca fatwa-fatwa para ulama adalah ketika kita telah belajar kaidah ushul fiqh maupun kaidah fiqh maka kita dapat belajar bagaimana menggunakannya ketika kita membaca fatwa-fatwa para ulama. Hingga akhirnya kita dapat dengan benar menempatkan kaidah ushul maupun kaidah fiqh yang sudah kita pelajari.
Mudah-mudahan bermanfaat.
[1]Dalam cetakan baru kesebelas.
[2]Lihat Ma’alim fii Thoriiq Tholabi Al ‘Ilmi hal. 75 cetakan terbaru.
[3]Idem.
[4]Idem.
Sumber : www.alhijroh.com
0 komentar:
Posting Komentar