Bolehkah Berpuasa Seteleh Lewat Setengah Bulan Sya’ban
Alhamdulillah kita telah sampai pada akhir Bulan Sya’ban yang berarti
telah dekat pula Bulan Romadhon. Disamping itu telah kita bahaskan pula
sedikit masalah seputar puasa nishfu Sya’ban. Pada kesempatan kali ini
maka kita akan bahaskan pula seputar permasalahan bolehkah berpuasa
seteleh lewat setengah Bulan Sya’ban.
Tidaklah diragukan bahwa Bulan Sya’ban adalah salah satu bulan yang Allah ‘Azza wa Jalla dan Rosullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
muliakan dengan melaksanakan banyak puasa pada bulan tersebut.
Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibunda kaum muslimin
‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلُ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلُ لَا يَصُوْمُ فِمَا رَأَيْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَ سَلَّمَ اسْتِكمَلَ صِيَامَ شهرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ
“Berpuasa merupakan sebuah kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sampai-sampai dapat dikatakan beliau tidak berbuka namun terkadang juga beliau tidak berpuasa sampai-sampai dapat dikatakan beliau tidak pernah berpuasa. Tidaklah aku melihat Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyempurnakan puasanya (puasa satu bulan penuh) kecuali pada Bulan Romadhon dan tidaklah aku melihat beliau lebih banyak berpuasa melainkan pada Bulan Sya’ban”[1].
Namun timbul permasalah sebagaimana yang
katakan di atas. Nah berkaitan dengan masalah tersebut para ulama
berselisih pendapat. Mayoritas ulama (jumhur ulama) berpendapat bolehnya
melaksanakan puasa sunnah pada waktu tersebut. Namum ulama bermazhab
Syafi’iyah berpendapat hal tersebut dimakruhkan, mereka melandasi
pendapat mereka dengan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ :« إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلاَ تَصُومُوا ».
Sesungguhnya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Jika telah masuk setengah Bulan Sya’ban maka janganlah kalian berpuasa”[2].
Akan tetapi yang lebih dekat dengan kebenaran insya Allah hadits
tersebut adalah hadits yang lemah. Sehingga tidaklah mengapa
melaksanakan puasa sunnah setelah berlalunya setengah Bulan Sya’ban.
Pendapat ini dikuatkan hadits-hadits shohih, diantaranya hadits ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha di atas. Demkian juga hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu berikut,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ صَوْمًا يَصُومُهُ رَجُلٌ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الصَّوْمَ ».
“Janganlah salah seorang dari kalian mendahului melaksanakan Puasa Romadhon dengan berpuasa 1 hari atau 2 hari sebelumnya kecuali bagi orang yang terbiasa melaksanakan puasa rutin. Maka untuk orang yang demikian hendaklah ia berpuasa pada hari tersebut”[3].
Maka dalam hadits ini yang dilarang adalah melaksanakan 1 hari atau 2
hari sebelum Romadhon / akhir Bulan Sya’ban saja karena dikhwatirkan
terjadi penambahan puasa Romadhon. Hal ini dikecualikan bagi orang yang
memiliki kebiasaan puasa rutin. Pendapat ini juga dikuatkan berdasarkan
hadits dari Ibunda Kaum Muslimin yang lainnya Ummu Salamah Rodhiyallahu ‘anha,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَ رَمَضَانَ
“Tidaklah aku (Ummu Salamah) melihat Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berpuasa dua bulan berturut-turur melainkan pada Bulan Sya’ban dan Romadhon”[4].
(diringkas dari Shohih Fiqh Sunnah oleh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim hal. 136/II terbitan Maktabah Tauqifiyah Mesir)
Namun satu hal yang perlu kita ketahui bahwa masalah ini merupakan
masalah khilafiyah yang mu’tabar di kalangan para ulama. Sehingga perlu
adab dalam menyikapi hal-hal seperti ini. Bagi pembaca yang ingin
mendapatkan faidah yang lebih dalam masalah ini maka sangat kami
anjurkan untuk membaca kitab Lathoif Ma’arif Karya Ibnu Rojab dengan
tahqiq Thoriq bin Awwadallah hal. 254-267 terbitan Al Maktab Al Islami.
[1] HR. Bukhori no.1969 dan Muslim no. 1165
[2]
HR. Abu Dawud no. 2337, At Tirmidzi no. 738, An Nasa’i no. 2911 Ibnu
Majah no. 1651 dan Al Baihaqi no. 8216. Setelah mencantumkan hadits ini
Al Baihaqi mengatakan, “Abu Dawud mengatakan, Imam Ahmad bin Hambal
mengatakan hadits ini adalah hadits yang mungkar”. Hadits ini dinilai
hasan shohih oleh At Tirmidzi dan dinilai shohih oleh Al Albani.
[3] HR. Bukhori no. 1914dan Muslim no. 1082.
[4] HR. At Tirmidzi no. 726, An Nasa’i no. 150/IV, Ibnu Majah no. 1648 dan Ahmad no. 293/VI. Al Albani menilai hadits ini shohih.
Sumber : www.alhijroh.com
Sumber : www.alhijroh.com
0 komentar:
Posting Komentar