Kunci Mendapatkan Ilmu
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.
Menuntut ilmu agama merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini merupakan suatu yang sudah kita ketahui bersama berdasarkan hadits Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, ‘Rosulullah Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Menuntut ilmu (agama) wajib bagi setiap muslim”[1].
Mungkin diantara kita ada yang sudah lama menuntut ilmu namun masih merasa belum mendapatkan apa-apa. Sudah sering mengikuti pengajian, membaca buku, membaca artikel namun kok masih belum mendapatkan apa-apa setelah itu. Mudah-mudahan artikel kita kali ini dapat membantu kita untuk lebih mendapatkan faidah berupa tambahan ilmu ketika telah menuntut ilmu.
Perlu kami ingatkan diri kami juga, kami penulis bukanlah orang yang sudah berilmu. Namun sebagaimana kata pepatah,
مَا لَا يُدْرَكُ جُلُّهُ لَا يُتْرَكُ كُلُّهُ
“Sesuatu yang tidak bias di dapatkan dalam jumlah besar
Tidak lantas ditinggalkan semuanya”.
Ibnul Qoyyim Rohimahullah mengatakan,
“Pendengaran, akal/hati keduanya merupakan pokoknya ilmu dan dengannyalah ilmu dapat digapai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai akal/hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu layaknya binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’rof [7] : 179)
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada kita bahwasanya mereka tidak akan mendapatkan ilmu melalui salah satu jalur dari 3 jalur mendapatkan ilmu, yaitu Akal/hati, pendengaran dan penglihatan. Sebagimana firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam ayat lainnya,
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar),”.(QS. Al Baqoroh [2] : 18)”[2].
Ibnu Katsir Rohimahullah mengatakan berkaitan dengan tafsir Surat Al A’rof ayat 179 di atas,
“Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا) maksudnya adalah mereka tidak dapat memanfaatkan sedikitpun alat indera ini yang dengannya Allah ‘Azza wa Jalla jadikan sebab mendapatkan hidayah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَجَعَلْنَا لَهُمْ سَمْعًا وَأَبْصَارًا وَأَفْئِدَةً فَمَا أَغْنَى عَنْهُمْ سَمْعُهُمْ وَلَا أَبْصَارُهُمْ وَلَا أَفْئِدَتُهُمْ مِنْ شَيْءٍ إِذْ كَانُوا يَجْحَدُونَ بِآَيَاتِ اللَّهِ وَحَاقَ بِهِمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ
“Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak berguna sedikit juapun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka memperolok-olokkannya”. ),”.(QS. Al Ahqof [46] : 26)
Demikian juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar)”.(QS. Al Baqoroh [2] : 18)
Ini merupakan bagian orang-orang munafik. Allah ‘Azza wa Jalla juga menjelaskan bagian orang-orang kafir,
صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan mengerti”.(QS. Al Baqoroh [2] : 171)
Mereka tidaklah tuli, bisu dan buta melainkan hanya terhadap petunjuk. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلَوْ عَلِمَ اللَّهُ فِيهِمْ خَيْرًا لَأَسْمَعَهُمْ وَلَوْ أَسْمَعَهُمْ لَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ
“Kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).”. (QS. Al Anfal [8] : 23)
Demikian juga,
فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
“Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”. (QS. Al Hajj [22] : 46)”[3].
Ibnu Katsir Rohimahullah melanjutkan,
“Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ) ‘mereka layaknya binatang ternak’ yaitu mereka yang tidak akan mendengarkan kebenaran, mereka tidak memperhatikannya dan tidak akan mau melihat petunjuk. Sebagaimana binatang ternak yang tidak dapat mengambil manfaat degan alat indera melainkan hanya untuk kehidupan dunia yang tampak-tampak saja”[4].
“Permisalan mereka ketika diajak untuk beriman sebagaimana layaknya binatang ternak. Ketika pengembala menyeru tidaklah binatang ini mampu mendengarkan melainkan hanya suaranya saja (tanpa paham apa yang dikatakan pengembalanya –ed.) Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang mereka (بَلْ هُمْ أَضَلُّ) ‘bahkan mereka lebih sesat’ yaitu dari binatang ternak. Karena binatang ternak dapat saja memenuhi seruan pengembalanya walaupun tidak paham arti ucapan pengembalanya ketika menggiringya. Berbeda dengan orang-orang ini (yaitu munafik dan kafir -ed) karena binatang ternak dapat memahami untuk apa mereka diciptakan boleh jadi karena tabiatnya dan instinctnya sedangkan orang kafir mereka diciptakan hanya untuk mentauhidkan Allah ‘Azza wa Jalla namun mereka malah berbuat kekufuran dan kemusyrikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala”[5].
Allahu a’lam.
Mari hadirkan hati, pasang telinga dan lisan, mudah-mudahan mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
[1] HR. Ibnu Majah no. 224. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
[2] Lihat Miftah Daris Sa’adah oleh Ibnul Qoyyim Rohimahullah dengan tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy Hafidzahullah hal. 245/I terbitan Dar Ibnul Qoyyim, Mesir. Lihat juga Al Ilmu Fadhluhu wa Syarofahu min Durori Kalam Ibnil Qoyyim oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hal. 48 terbitan Majmu’ah Tuhfatun Nafaais Ad Dauliyah, Riyadh, KSA.
[3] Lihat Tafsir Al Qur’an Al Azhim hal. 513-514/III Terbitan Dar Thoyyibah, Riyadh, KSA.
[4] Idem hal. 514/III.
[5] Idem.
Sumber : www.alhijroh.com
0 komentar:
Posting Komentar