Ucapkan Ketika Keluar Rumah
Alhamdulillah wa shollatu wa sallamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi ajma’ain.
Dzikir merupakan sebuah kebiasaan yang hendaknya dibiasakan setiap muslim. Baik itu ketika dia berdiri, duduk ataupun berbaring. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat/berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’’. (QS. Ali ‘Imron [3] 190-191)
Allah ‘Azza wa Jalla menyifati orang yang berakal dengan sifat senantiasa berdzikir kepadanya dalam setiap keadaannya. Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,
ثم وصف أولي الألباب بأنهم ( يذكرون الله ) في جميع أحوالهم :
( قياما وقعودا وعلى جنوبهم ) وهذا يشمل جميع أنواع الذكر بالقول والقلب
“Kemudian Allah menyifati orang-orang yang berakal bahwasanya mereka adalah orang yang (يذكرون الله) ‘Orang-orang yang mengingat/berdzikir kepada Allah’. Pada setiap keadaannya. (قياما وقعودا وعلى جنوبهم) ‘Sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring’ hal ini mencakup seluruh macam dzikir baik dzikir dengan lisan dan hati”[1].
Allah Subhana wa Ta’ala juga berfirman dalam ayat lain,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Ingat/berzikirlah kamu kepadaKu niscaya Aku ingat (pula) kepadamu’’. (QS.Al Baqoroh [2] 152).
Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,
فأمر تعالى بذكره، ووعد عليه أفضل جزاء، وهو ذكره لمن ذكره
“Allah Subhana wa Ta’ala memerintahkan untuk berdzikir kepadanya dan Dia menjanjikan memberikan balasan yang palinh utama yaitu Allah akan mengingat orang yang berdzikir/ingat kepadanya”[2].
Maka diantara hal yang jauh dari kata tidak pernah adalah kebiasan kita pergi keluar rumah. Baik itu dalam jarak yang dekat ataupun dalam rangka safar.
Setidaknya terdapat 2 dzikir yang diajarkan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam kepada kita ketika hendak keluar rumah. Sebagai bentuk pengamalan terhadap firman Allah Ta’ala dalam surat Ali ‘Imron ayat 191 di atas, hendaknya kita membiasakan lidah kita basah dengan dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, yang diantaranya adalah ketika kita keluar rumah.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ ».
Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘anhu. Sesungguhnya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Jika seorang laki-laki keluar dari rumahnya maka hendaklah ia mengucapkan (بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ) Dengan Nama Allah aku (keluar). Hanya kepada Allah aku bertawakkal, tiada daya dan upaya melainkan dari Allah”[3].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ) ‘Hanya kepada Allah aku bertawakkal’ maksudnya adalah aku menyerahkan seluruh urusanku kepada Allah Subhana wa Ta’ala[4].
Di akhir hadits ini Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengatakan,
يُقَالُ حِينَئِذٍ هُدِيتَ وَكُفِيتَ وَوُقِيتَ فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِىَ وَكُفِىَ وَوُقِىَ
“Dikatakan ketika itu (ketika lelaki tersebut keluar dan membaca dzikir di atas –ed.) kepadanya ‘Engkau telah diberi petunjuk, telah dicukupkan dan telah dijaga’ maka syaithonpun menjauh darinya. Syaithon lain pun berkata kepada syaithon lainnya yang hendak memberikan gangguan[5], ‘Apa yang akan engkau perbuat kepada lelaki tersebut, karena ia telah diberi hidayah, telah dicukupi dan telah dijaga’[6].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (يُقَالُ حِينَئِذٍ) ‘Dikatakan ketika itu’. Pensyarh Hisnul Muslim mengatakan, “Boleh jadi yang mengatakan demikian adalah Allah, namun boleh jadi juga yang mengatakan adalah salah satu malaikat”[7].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (هُدِيتَ) ‘engkau telah diberi petunjuk’ maksudnya adalah engkau telah diberi petunjuk menuju jalan yang benar. Ketika engkau menggantungkan dirimu dengan mendahulukan berdzikir kepada Allah Ta’ala maka engkau akan senantiasa diberi petunjuk pada semua perbuatanmu, perkataanmu dan keadaanmu[8].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (وَكُفِيتَ) ‘engkau telah dicukupkan’ maksudnya adalah engkau telah dipalingkan darimu keburukan[9].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (وَوُقِيتَ) ‘engkau telah dijaga’ maksudnya adalah engkau telah dijaga dari sesuatu yang samar/tersembunyi darimu berupa gangguan atau keburukan[10].
Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan,
وتنحى عنه الشيطان
“Syaithonpun menjauh darinya”[11].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ) ‘Apa yang akan engkau perbuat kepada lelaki tersebut’ maksudnya adalah tidak ada lagi kekuatanmu yang tersisa karena dia telah diberi petunjuk untuk berdzikir, cukupkan dari perbuatan kemusyrikan dan dijaga dari makar dan tipu dayamu[12].
Al Hafidz Zainuddin Abdur Ro’uf Al Munawiy Rohimahullah mengatakan,
فإذا استعان العبد ببسم الله هداه وأرشده وأعانه في الأمور الدينية والدنيوية وإذا توكل عليه وفوض أمره إليه كفاه فيكون حسبه تصغير بردة
“Jika seorang hamba telah meminta pertolongan dengan nama Allah, maka Dia akan memberikannya petunjuk/hidayah, bimbingan dan menolongnya dalam urusan agama maupun dunia. Jika seorang hamba bertawakkal kepada Allah dan menyerahkan urusannya kepada Allah maka Dia akan mencukupinya sehingga jadilah pandangannya bahwa penderitaan terasa kecil baginya”[13].
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah mengatakan,
فإن في هذا دليلا على أن الإنسان ينبغي له إذا خرج من بيته أن يقول هذا الذكر الذي منه لتوكل على الله والاعتصام به لأن الإنسان إذا خرج من بيته فهو عرضة لأن يصيبه شيء أو يعتدي عليه حيوان من عقرب أو حية وما أشبهه
“Pada hadits ini terdapat dalil bahwa sesungguhnya seseorang sudah selayaknya jika dia keluar dari rumahnya hendaknya mengatakan dzikir ini agar dia bertawakkal kepada Allah dan berpegang teguh dengan Nya. Karena seseorang jika dia keluar dari rumahnya maka dia berada dalam rintangan bisa jadi suatu musibah akan menimpanya atau hewan semisal kalajengking atau ular akan mengganggunya”[14].
Maka lihatlah betapa agungnya dzikir ini wahai saudaraku……
Syaithon pun telah menyerah dari mengganggu anda…
Lalu apa yang menghalangi kita ketika keluar rumah tidak mengucapkan dzikir ini ??!!
Dzikir lainnya adalah
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ مَا خَرَجَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- مِنْ بَيْتِى قَطُّ إِلاَّ رَفَعَ طَرْفَهُ إِلَى السَّمَاءِ فَقَالَ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ ».
Dari Ummu Salamah[15] Rodhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan, ‘Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam tidak pernah keluar dari rumahku melainkan beliau menengadahkan pandangannya ke atas langit dan mengucapkan,
(اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ) “Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari jangan sampai aku sesat dan disesatkan, berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya, bodoh atau dibodohi”[16].
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al ‘Abbad hafidzahullah mengatakan,
الدعاء الذي يدعو به عندما يخرج من بيته
“Do’a/dzikir ini merupakan do’a yang diucapkan ketika akan keluar dari rumah”[17].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (أَنْ أَضِلَّ) ‘jangan sampai aku sesat’. maksudnya adalah jangan sampai diri/jiwaku sesat. Sesat merupakan antonim dari petunjuk/hidayah. Makna asal dari sesat adalah sesuatu sesat jika sesuatu tersebut hilang dan sesat di jalan jika dia bingung[18].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (أَنْ أُضَلَّ) ‘jangan sampai aku disesatkan. maksudnya adalah jangan sampai diri/jiwaku disesatkan orang lain.
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ) ‘jangan sampai aku berbuat kesalahan atau disalahi. Keduanya termasuk kesalahan. Makna pertama adalah jangan sampai aku sendiri berbuat kesalahan kepada diriku sendiri atau aku berbuat kesalahan kepada orang lain. Makna kedua adalah jangan sampai orang lain menimpakan kesalahan kepada ku[19].
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al ‘Abbaad hafidzahullah mengatakan,
ومعنى أزل أن يحصل منه خطأ وقد يكون غير مقصود، فهو يريد أن يسلم من الخطأ سواءً كان متعمداً أو غير متعمد، وسواءً كان بقصد أو بغير قصد، فهو يسأل الله عز وجل أن يسلمه من الخطأ.
“Makna sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ) adalah anda mungkin melakukan kesalahan padahal sebenarnya anda tidak berniat demikian. Maka sebenarnya dia ingin selamat dari kesalahan baik yang disengaja atauoun tidak disengaja. Baik yang dia memang berniat untuk berbuat kesalahan ataupunn tidak. Maka dia memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar dirinya selamat dari kesalahan”[20].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ) ‘jangan sampai aku menganiaya/menzholimi atau dianiaya/dizholimi. Zholim maknanya adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya yang semestinya. Makna pertama adalah jangan sampai aku menganiaya/menzholimi orang lain. Makna kedua adalah jangan sampai orang lain menganiaya/menzholimiku[21].
Sabda Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam (أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَىَّ) ‘jangan sampai aku berbuat bodoh atau dibodohi. Makna pertama adalah jangan sampai aku melakukan perbuatan orang-orang yang bodoh atau sesuatu yang tidak bermanfaat bagi diriku. Makna kedua adalah jangan sampai orang lain melakukan perbuatan bodoh kepadaku, berdebat kepadaku dan seterusnya………[22].
Muhammad ‘Abdur Rohman Al Mubarokfuriy Rohimahullah mengatakan,
قال الطيبي إن الإنسان إذا خرج من منزله لا بد أن يعاشر الناس ويزاول الأمر فيخاف أن يعدل عن الصراط المستقيم فإما أن يكون في أمر الدين فلا يخلو من أن يضل أو يضل وإما أن يكون في أمر الدنيا فإما بسبب جريان المعاملة معهم بأن يظلم أو يظلم وإما بسبب الاختلاط والمصاحبة فإما أن يجهل أو يجهل فاستعيذ من هذه الأحوال كلها
‘Ath Thibiy Rohimahullah mengatakan, “Seseungguhnya seorang manusia jika keluar dari rumahnya maka pasti dia berinteraksi dengan orang lain dan suatu perkara dapat membinasakannya sehingga dia takut menyimpang dari jalan yang lurus. Adapun dalam perkara agama maka dia tidak akan lepas dari seseorang yang berusaha menyesatkannya atau dia yang berusaha menyesatkan orang lain. Sedangkan dalam masalah duniawiyah karena sebab kejahatan dalam bermuamalah dengan orang lain. Boleh jadi dia menzholimi orang lain atau dia dizholimi orang lain. Atau karena sebab pergaulan dengan orang lain, boleh jadi dia berbuat bodoh kepada orang lain atau dia dibodohi orang lain. Maka hendaklah ia memohon perlindungan dari semua hal ini”[23].
Maka lihatlah saudaraku betapa agungnya dzikir ini, Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita untuk memohon perlindungan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari empat perkara yang amat berbahaya :
[1]. Kesesatan,
[2]. Kesalahan,
[3]. Kezholiman/aniaya; dan
[4]. Kebodohan.
Maka sungguh tak layak diri ini lupa dari dzikir yang amat luar biasa kandungan dan manfaatnya.
Allahu a’lam.
Mudah-mudahan bermanfaat.
[1]Taisir Karimir Rohman hal.
[2]Idem.
[3]HR. Abu Dawud no. 5094, Tirmidzi no. 3427. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
[4]Syarh Hisnul Muslim oleh Majdi bin ‘Abdul Wahaab Ahmad hal. 70.
[5]Idem hal. 71.
[6]HR. Abu Dawud no. 5095, Tirmidzi no. 3426.
[7]Syarh Hisnul Muslim hal.70.
[8]Idem.
[9]Idem.
[10]Idem.
[11]Tirmidzi no. 3426.
[12]Syarh Hisnul Muslim hal.71.
[13]Lihat At Taisir bi Syarh Al Jami’ Ash Shoghir hal. 481/II terbitan Maktabah Imam Syafi’i, Riyadh.
[14]Syarh Riyadhush Sholihin hal. 339/I terbitan Darul Aqidah, Mesir.
[15]Nama asli beliau adalah Hindun bintu Abu Umayyah Al Makhzumiyah, istri Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam.
[16]HR. Abu Dawud no. 5094, Tirmidzi no. 3427. Hadits ini dinilai shohih oleh Al Albani Rohimahullah.
[17]Lihat Syarh Sunan Abu Dawud hal. 86/XXIX.
[18]Syarh Hisnul Muslim hal.71.
[19]Idem.
[20]Lihat Syarh Sunan Abu Dawud hal. 92/XXIX
[21]Idem.
[22]Idem.
[23]Lihat Tuhfatul Ahwadzi hal. 272/IX, terbitan Darul Kutub ‘Ilmiyah Beirut.
Sumber : www.alhijroh.com
0 komentar:
Posting Komentar